Senin, 16 Desember 2013

IMI Akan Terbangkan Flyingboat GEVER-OS Peringati Deklarasi Djuanda

HANYA RP1,5 MILIAR - Flyingboat GEVER-OS saat dipamerkan di Balai Kartini, Jakarta, Senin (14/10). (Foto: Merdeka)

Jakarta, JMOL – Memperingati Deklarasi Djuanda, Indonesia Maritime Institute (IMI) akan menerbangkan Scale Model Flyingboat GEVER-OS pada Rabu (18/12) pukul 08.00 pagi di Situ Gintung, Ciputat.
Ditulis dari rilis IMI kepada JMOL, Rabu (11/12), Flyingboat GEVER-OS adalah pesawat amfibi bersayap tetap, dilengkapi lambung yang memungkinkan pendaratan di air. Ia bisa mendarat, lepas landas, dan ‘berbaring’ di air, tanpa memerlukan landasan tanah.
Scale Model ini merupakan rangkaian pembuatan aircraft yang diterapkan dalam pembuatan GEVER-OS menuju pembuatan prototipe, yang akan diluncurkan April 2014.
Dalam bidang pertahanan, flying boat biasanya digunakan untuk patroli maritim dan misi penyelamatan udara-laut. Beberapa flying boat modern di dunia antara lain Shuihong 5 China, CL-415 Kanada, Beriev Be-200 Rusia, Catalina AS, ShinMaywa Jepang, dan Bavar 2 Iran. Umumnya bermuatan besar, namun tidak berkembang dengan baik.
Sebagai Negara Kepulauan, Indonesia membutuhkan alat transportasi yang penghubung antarpulau dalam waktu cepat dan tidak membutuhkan infrastruktur mahal.
IMI lantas membuat Flying Boat GEVER OS yang mampu bermanuver dan mendarat di air, serta mampu memuat lima orang, termasuk pilot. Ia bisa terbang hingga ketinggian 150 meter di atas permukaan laut.
Karya IMI ini diharapkan menjadi solusi peningkatan konektivitas dan pengawasan perairan Nusantara serta menjadi kebanggaan Indonesia.
Editor: Arif Giyanto

Minggu, 15 Desember 2013

Jaya Maritim | Dipublikasikan oleh jurnalmaritim.com

Diangkat oleh Aminudin Zuhri pada 14.19

Jaya Maritim, Harapan Tokoh di Hari Nusantara 2013

LAUT UNTUK MASA DEPAN - Backdrop Diskusi Terbuka Bajo Networking Program di Pertamina Foundation, Simprug, Jakarta, beberapa waktu lalu. (Foto: Tinu Sicara)

Penulis: Tinu Sicara
Jakarta, JMOL**Semarak peringatan Hari Nusantara terus dirayakan setiap tahun. Perayaan peringatan digagas oleh Dewan Kelautan Indonesia (DEKIN), melibatkan berbagai kementerian dan lembaga pemerintah termasuk TNI Angkatan Laut dan Kepolisian. Lokasi penyelenggaraan pun berpindah dari satu provinsi ke provinsi lain.
Sekitar 13 kementerian mendapat giliran per tahun menjadi penanggung jawab peringatan Hari Nusantara, melalui audiensi. Kementerian dituntut untuk menyiapkan tema dan program yang berorientasi ke laut.
Namun, bagaimana realisasi dan dampak positifnya bagi kelautan Indonesia? Cukupkah dengan acara seremonial? Inilah yang banyak dipertanyakan kalangan, mulai dari organisasi mahasiswa, hingga sejarawan.
Setiap orang memiliki pandangan dan cara berbeda memperingati Hari Nusantara. Namun, yang jauh lebih penting, sedalam apa memaknai perjuangan Deklarasi Djuanda sebagai Proklamasi kedua NKRI? Apa yang seharusnya dilakukan bagi generasi muda? Mari kita simak beberapa pendapat mengenai peringatan Hari Nusantara.
Menurut sejarawan Tanah Air, Anhar Gonggong, saat ditemui JMOL di kediamannya, mengatakan, implementasi dari Deklarasi Djuanda janganlah menjadi momentum saja. Jangan bangga sudah diakui dunia sebagai Negara Kontinental. Kebanggan harus diwujudkan dalam maritim yang dapat dinikmati seluruh rakyat Indonesia.
“Seharusnya yang disosialisasikan adalah apa yang telah diimplementasikan selama ini. Bukan hanya upacara biasa saja, karena akan sia-sia dan menghabiskan uang. Alangkah lebih baiknya ditunjukkan apa yang telah dilakukan dan dinikmati oleh masyarakat. Bukan yang dinikmati oleh pemerintah,” ujar Anhar.
Saat ini, sambungnya, generasi muda dan penerus dituntut melaksanakan aturan isi Deklarasi Djuanda. Artinya, kreativitas perlu ditantang.
Sementara itu, Susanto Zuhdi, seorang sejarawan pula, berpendapat, bahwa peringatan adalah hal perlu. Tetapi yang sangat diperlukan adalah pembentukan karakter ke depan.
“Seperti mengajak seluruh komponen untuk terlibat. Jangan lupa bahwa nelayan-nelayan diikutsertakan, karena nelayan itu bagian dari kemaritiman. Jangan melupakan yang kecil-kecil. Karena, kehancuran terjadi justru karena mengabaikan yang kecil-kecil,” tegasnya.
Bagi Selamet Daroyni, Koordinator Pendidikan dan Penguatan Jaringan KIARA, peringatan Hari Nusantara tidak cukup dengan seremonial. Sebagai pegiat LSM, ia akan terus mengingatkan dan mempertanyakan Menteri Kelautan dan Perikanan untuk bersikap bijak dalam membuat kebijakan-kebijakan; bukan untuk menyengsarakan nelayan.
“Fungsi adanya kementerian dan Kelautan yang terlihat saat ini hanya untuk melegitimasi kegiatan reformasi penggusuran. Seharusnya merangkul semua masyarakat yang tergantung kepada sumber kelautan dan perikanan,” ucapnya.
Laut, Masa Depan Indonesia
Lebih lanjut, Susanto Zuhdi mengatakan, Indonesia harus diperjuangkan menjadi Negara Maritim. Indonesia jangan hanya berpangku tangan dan menjadi penonton. Karena, apabila itu terjadi maka laut Indonesia akan hanya dilewati oleh kapal-kapal asing dan direbut negara lain.
“Sebagai bangsa Indonesia, jangan lupakan lautan. Kita sudah terlalu banyak di daratan. Kita terlalu lama menjadi bangsa darat,” imbaunya.
Selain itu, bagi Zuhdi, Indonesia belum melibatkan nelayan sebagai ujung tombak. Padahal, nelayan setiap hari hidup di laut. Mereka wajib diberi sarana dan prasarana yang baik, seperti GPS, dan memberikan materi bela negara. Negara harus memberdayakan nelaya. Mereka adalah motor penggerak dan ujung tombak pertahanan paling depan.
“Semakin memperkuat pilar-pilar itu. Pelabuhan diperkuat, jaringan diperlancar, dan tidak perlu berperang. Pelabuhan sebagai pusat pertumbuhan daerah dibutuhkan, untuk ekspor atau paling tidak antarpulau,” paparnya.
Anhar Gonggong agak berbeda. Ia mengajak pemerintah untuk memikirkan bagaimana mengimplementasikan Deklarasi Djuanda dan UNCLOS 82. Dengan tidak mengabaikan bahwa darat itu penting dan memang tempat hidup, tetapi sebenarnya masa depan Indonesia ada di laut.
“Hingga kini, untuk fungsi dan peran tidak berjalan dengan baik. Adanya Kementerian Kelautan dan Perikanan saja tidak efisien, tanpa diiringi bermacam program yang lebih jelas untuk mengelola maritim,” kata Anhar.
Sebagai departemen yang dibentuk untuk menanungi permasalahan kelautan dan perikanan, menurut Anhar, KKP harus memperhatikan wilayah-wilayah dan masyarakat yang hidupnya dari maritim, serta memikirkan nasib nelayan untuk segmen warga negara yang paling miskin.
Editor: Arif Giyanto

Jakarta (29/10/13); Non Destructive Test (NDT) atau Uji Tak Rusak telah lama dilaksanakan penelitian dan pengembangannya di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) sejak tahun 1973 khususnya di bidang NDT radiografi. Tahun 90an NDT sudah mulai digunakan secara luas di Indonesia khususnya di bidang industri, demikian disampaikan oleh Kepala Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) BATAN Hendig Winarno saat membuka Seminar sehari Advanced NDT Computed Radiography.

Selanjutnya Hendig mengatakan perkembangan teknologi NDT dari konvensional ke advanced NDT saat ini sedang berlangsung, di Indonesia sendiri praktis baru dua perusahaan menggunakan teknologi advanced NDT sehingga prospek teknologi baru ini di Indonesia sangat baik ke depannya.

Bertempat di Kawasan Nuklir Pasar Jumat, Selasa (29/10/2013), seminar diselenggarakan oleh PATIR bekerjasama dengan PT. NDT Instruments Indonesia. Dihadiri oleh para praktisi NDT baik dari lembaga penelitian seperti BATAN, BPPT dan beberapa kementerian, juga dari perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang NDT khususnya anggota Asosiasi Uji Tak Rusak Indonesia (AUTRI).

Pakar NDT dari Durr NDT Jerman Hans – Ulrich Pohler dalam pemaparannya menyebutkan beberapa kelebihan teknologi advanced NDT ini dibandingkan dengan NDT konvensional baik dari sisi eksposur, proses, hingga visualisasi. Kelebihan utamanya adalah hasil analisa yang lebih detail, real time dan computerized dibandingkan dengan teknologi konvensional yang masih bersifat analog. Meskipun bersifat computerized, hasil gambar advanced NDT memiliki format khusus yang tidak dapat dimanipulasi menggunakan software pemroses gambar seperti photoshop atau corel draw.

Sementara itu dari sisi SDM, saat ini menurut Ketua Lembaga Sertifikasi Personel Uji Tak Rusak (LSP-UTR) Renaningsih Setjo, Indonesia baru memiliki sekitar 60 orang personel yang sudah memiliki sertifikasi level 3, sedangkan perusahaan yang bergerak di bidang NDT sekitar 180 perusahaan, Indonesia masih membutuhkan banyak expert di bidang NDT, selanjutnya jika menghadapi pasar bebas maka dikhawatirkan kita akan kalah bersaing dengan tenaga-tenaga ahli dari luar negeri.

Di Indonesia sendiri sertifikasi NDT masih belum satu payung karena sertifikasi masih dikeluarkan oleh berbagai lembaga, idealnya sertifikasi bagi personel NDT hanya dikeluarkan satu lembaga nasional dan memiliki satu skema, mengacu pada ISO 9712, EN 473 dan CP 106. (eph)
  • Hubungi Kami

    Office:

    Suradita Residence
    Jl. Chery Blok C5-18
    Suradita Serpong 15310

  • Kotak Info

    Mobile:

    +62 812 8905 3950

    Mail:
    info@metalink.co.id
  • Histats