Jaya Maritim, Harapan Tokoh di Hari Nusantara 2013
Penulis: Tinu Sicara
Jakarta, JMOL**Semarak peringatan Hari Nusantara terus dirayakan setiap tahun. Perayaan peringatan digagas oleh Dewan Kelautan Indonesia (DEKIN), melibatkan berbagai kementerian dan lembaga pemerintah termasuk TNI Angkatan Laut dan Kepolisian. Lokasi penyelenggaraan pun berpindah dari satu provinsi ke provinsi lain.
Sekitar 13 kementerian mendapat giliran per tahun menjadi penanggung jawab peringatan Hari Nusantara, melalui audiensi. Kementerian dituntut untuk menyiapkan tema dan program yang berorientasi ke laut.
Namun, bagaimana realisasi dan dampak positifnya bagi kelautan Indonesia? Cukupkah dengan acara seremonial? Inilah yang banyak dipertanyakan kalangan, mulai dari organisasi mahasiswa, hingga sejarawan.
Setiap orang memiliki pandangan dan cara berbeda memperingati Hari Nusantara. Namun, yang jauh lebih penting, sedalam apa memaknai perjuangan Deklarasi Djuanda sebagai Proklamasi kedua NKRI? Apa yang seharusnya dilakukan bagi generasi muda? Mari kita simak beberapa pendapat mengenai peringatan Hari Nusantara.
Menurut sejarawan Tanah Air, Anhar Gonggong, saat ditemui JMOL di kediamannya, mengatakan, implementasi dari Deklarasi Djuanda janganlah menjadi momentum saja. Jangan bangga sudah diakui dunia sebagai Negara Kontinental. Kebanggan harus diwujudkan dalam maritim yang dapat dinikmati seluruh rakyat Indonesia.
“Seharusnya yang disosialisasikan adalah apa yang telah diimplementasikan selama ini. Bukan hanya upacara biasa saja, karena akan sia-sia dan menghabiskan uang. Alangkah lebih baiknya ditunjukkan apa yang telah dilakukan dan dinikmati oleh masyarakat. Bukan yang dinikmati oleh pemerintah,” ujar Anhar.
Saat ini, sambungnya, generasi muda dan penerus dituntut melaksanakan aturan isi Deklarasi Djuanda. Artinya, kreativitas perlu ditantang.
Sementara itu, Susanto Zuhdi, seorang sejarawan pula, berpendapat, bahwa peringatan adalah hal perlu. Tetapi yang sangat diperlukan adalah pembentukan karakter ke depan.
“Seperti mengajak seluruh komponen untuk terlibat. Jangan lupa bahwa nelayan-nelayan diikutsertakan, karena nelayan itu bagian dari kemaritiman. Jangan melupakan yang kecil-kecil. Karena, kehancuran terjadi justru karena mengabaikan yang kecil-kecil,” tegasnya.
Bagi Selamet Daroyni, Koordinator Pendidikan dan Penguatan Jaringan KIARA, peringatan Hari Nusantara tidak cukup dengan seremonial. Sebagai pegiat LSM, ia akan terus mengingatkan dan mempertanyakan Menteri Kelautan dan Perikanan untuk bersikap bijak dalam membuat kebijakan-kebijakan; bukan untuk menyengsarakan nelayan.
“Fungsi adanya kementerian dan Kelautan yang terlihat saat ini hanya untuk melegitimasi kegiatan reformasi penggusuran. Seharusnya merangkul semua masyarakat yang tergantung kepada sumber kelautan dan perikanan,” ucapnya.
Laut, Masa Depan Indonesia
Lebih lanjut, Susanto Zuhdi mengatakan, Indonesia harus diperjuangkan menjadi Negara Maritim. Indonesia jangan hanya berpangku tangan dan menjadi penonton. Karena, apabila itu terjadi maka laut Indonesia akan hanya dilewati oleh kapal-kapal asing dan direbut negara lain.
“Sebagai bangsa Indonesia, jangan lupakan lautan. Kita sudah terlalu banyak di daratan. Kita terlalu lama menjadi bangsa darat,” imbaunya.
Selain itu, bagi Zuhdi, Indonesia belum melibatkan nelayan sebagai ujung tombak. Padahal, nelayan setiap hari hidup di laut. Mereka wajib diberi sarana dan prasarana yang baik, seperti GPS, dan memberikan materi bela negara. Negara harus memberdayakan nelaya. Mereka adalah motor penggerak dan ujung tombak pertahanan paling depan.
“Semakin memperkuat pilar-pilar itu. Pelabuhan diperkuat, jaringan diperlancar, dan tidak perlu berperang. Pelabuhan sebagai pusat pertumbuhan daerah dibutuhkan, untuk ekspor atau paling tidak antarpulau,” paparnya.
Anhar Gonggong agak berbeda. Ia mengajak pemerintah untuk memikirkan bagaimana mengimplementasikan Deklarasi Djuanda dan UNCLOS 82. Dengan tidak mengabaikan bahwa darat itu penting dan memang tempat hidup, tetapi sebenarnya masa depan Indonesia ada di laut.
“Hingga kini, untuk fungsi dan peran tidak berjalan dengan baik. Adanya Kementerian Kelautan dan Perikanan saja tidak efisien, tanpa diiringi bermacam program yang lebih jelas untuk mengelola maritim,” kata Anhar.
Sebagai departemen yang dibentuk untuk menanungi permasalahan kelautan dan perikanan, menurut Anhar, KKP harus memperhatikan wilayah-wilayah dan masyarakat yang hidupnya dari maritim, serta memikirkan nasib nelayan untuk segmen warga negara yang paling miskin.
Editor: Arif Giyanto
Jakarta, JMOL**Semarak peringatan Hari Nusantara terus dirayakan setiap tahun. Perayaan peringatan digagas oleh Dewan Kelautan Indonesia (DEKIN), melibatkan berbagai kementerian dan lembaga pemerintah termasuk TNI Angkatan Laut dan Kepolisian. Lokasi penyelenggaraan pun berpindah dari satu provinsi ke provinsi lain.
Sekitar 13 kementerian mendapat giliran per tahun menjadi penanggung jawab peringatan Hari Nusantara, melalui audiensi. Kementerian dituntut untuk menyiapkan tema dan program yang berorientasi ke laut.
Namun, bagaimana realisasi dan dampak positifnya bagi kelautan Indonesia? Cukupkah dengan acara seremonial? Inilah yang banyak dipertanyakan kalangan, mulai dari organisasi mahasiswa, hingga sejarawan.
Setiap orang memiliki pandangan dan cara berbeda memperingati Hari Nusantara. Namun, yang jauh lebih penting, sedalam apa memaknai perjuangan Deklarasi Djuanda sebagai Proklamasi kedua NKRI? Apa yang seharusnya dilakukan bagi generasi muda? Mari kita simak beberapa pendapat mengenai peringatan Hari Nusantara.
Menurut sejarawan Tanah Air, Anhar Gonggong, saat ditemui JMOL di kediamannya, mengatakan, implementasi dari Deklarasi Djuanda janganlah menjadi momentum saja. Jangan bangga sudah diakui dunia sebagai Negara Kontinental. Kebanggan harus diwujudkan dalam maritim yang dapat dinikmati seluruh rakyat Indonesia.
“Seharusnya yang disosialisasikan adalah apa yang telah diimplementasikan selama ini. Bukan hanya upacara biasa saja, karena akan sia-sia dan menghabiskan uang. Alangkah lebih baiknya ditunjukkan apa yang telah dilakukan dan dinikmati oleh masyarakat. Bukan yang dinikmati oleh pemerintah,” ujar Anhar.
Saat ini, sambungnya, generasi muda dan penerus dituntut melaksanakan aturan isi Deklarasi Djuanda. Artinya, kreativitas perlu ditantang.
Sementara itu, Susanto Zuhdi, seorang sejarawan pula, berpendapat, bahwa peringatan adalah hal perlu. Tetapi yang sangat diperlukan adalah pembentukan karakter ke depan.
“Seperti mengajak seluruh komponen untuk terlibat. Jangan lupa bahwa nelayan-nelayan diikutsertakan, karena nelayan itu bagian dari kemaritiman. Jangan melupakan yang kecil-kecil. Karena, kehancuran terjadi justru karena mengabaikan yang kecil-kecil,” tegasnya.
Bagi Selamet Daroyni, Koordinator Pendidikan dan Penguatan Jaringan KIARA, peringatan Hari Nusantara tidak cukup dengan seremonial. Sebagai pegiat LSM, ia akan terus mengingatkan dan mempertanyakan Menteri Kelautan dan Perikanan untuk bersikap bijak dalam membuat kebijakan-kebijakan; bukan untuk menyengsarakan nelayan.
“Fungsi adanya kementerian dan Kelautan yang terlihat saat ini hanya untuk melegitimasi kegiatan reformasi penggusuran. Seharusnya merangkul semua masyarakat yang tergantung kepada sumber kelautan dan perikanan,” ucapnya.
Laut, Masa Depan Indonesia
Lebih lanjut, Susanto Zuhdi mengatakan, Indonesia harus diperjuangkan menjadi Negara Maritim. Indonesia jangan hanya berpangku tangan dan menjadi penonton. Karena, apabila itu terjadi maka laut Indonesia akan hanya dilewati oleh kapal-kapal asing dan direbut negara lain.
“Sebagai bangsa Indonesia, jangan lupakan lautan. Kita sudah terlalu banyak di daratan. Kita terlalu lama menjadi bangsa darat,” imbaunya.
Selain itu, bagi Zuhdi, Indonesia belum melibatkan nelayan sebagai ujung tombak. Padahal, nelayan setiap hari hidup di laut. Mereka wajib diberi sarana dan prasarana yang baik, seperti GPS, dan memberikan materi bela negara. Negara harus memberdayakan nelaya. Mereka adalah motor penggerak dan ujung tombak pertahanan paling depan.
“Semakin memperkuat pilar-pilar itu. Pelabuhan diperkuat, jaringan diperlancar, dan tidak perlu berperang. Pelabuhan sebagai pusat pertumbuhan daerah dibutuhkan, untuk ekspor atau paling tidak antarpulau,” paparnya.
Anhar Gonggong agak berbeda. Ia mengajak pemerintah untuk memikirkan bagaimana mengimplementasikan Deklarasi Djuanda dan UNCLOS 82. Dengan tidak mengabaikan bahwa darat itu penting dan memang tempat hidup, tetapi sebenarnya masa depan Indonesia ada di laut.
“Hingga kini, untuk fungsi dan peran tidak berjalan dengan baik. Adanya Kementerian Kelautan dan Perikanan saja tidak efisien, tanpa diiringi bermacam program yang lebih jelas untuk mengelola maritim,” kata Anhar.
Sebagai departemen yang dibentuk untuk menanungi permasalahan kelautan dan perikanan, menurut Anhar, KKP harus memperhatikan wilayah-wilayah dan masyarakat yang hidupnya dari maritim, serta memikirkan nasib nelayan untuk segmen warga negara yang paling miskin.
Editor: Arif Giyanto
Kategori: umum
0 comments:
Posting Komentar