ABSTRAK
Proses
pengelasan pada hakekatnya adalah proses penyambungan yang memanfaatkan
fenomena metalurgi. Karena itu permasalahan yang muncul di daerah
sambungan adalah sebagai akibat dari fenomena tersebut. Permasalahan
yang muncul dari fenomena metalurgi pada saat mengelas baja adalah
timbulnya martensit yang diiringi dengan fissure sedangkan pada besi cor
kelabu adalah timbulnya besi cor putih dan martensit.
PENDAHULUAN
Proses
pengelasan yang melibatkan adanya pencairan di daerah sambungan, secara
metalurgis akan menghasilkan tiga daerah seperti terlihat pada gambar
berikut :
|
1. Daerah Logam Las 2. Daerah Fusi atau Dilusi 3. HAZ (Heat Affected Zone) |
Pada daerah logam las (daerah 1) :
Terjadi
proses pembekuan dari logam las (weld metal) atau logam pengsisi
(filler metal). Fenomena pembekuan akan memunculkan struktur dendritik
yang kasar diiringi dengan timbulnya segregasi sebagai akibat adanya
laju pendinginan yang relatif cepat. Adanya pengkasaran ukuran butir dan
segregasi di daerah logam las akan menurunkan sifat mekanik. Penurunan
sifat mekanik yang terjadi jangan sampai melampaui sifat mekanik logam
induk. Karena itu berdasarkan hal tsb dan mengingat menurut standar
bagian logam las tidak diperkenankan untuk gagal, maka untuk
mengkompensasi penurunan tsb dipilih kualitas mekanik logam las minimal
15% lebih tinggi dari sifat logam induk. Disamping itu pada saat logam
las membeku (bertransformasi fasa) senantiasa diiringi dengan perubahan
volume (dalam hal ini menyusut). Perubahan volume yang mengiringi
transformasi fasa merupakan cikal bakal timbulnya destorsi pada
sambungan las bahkan menjadi cikal bakal timbulnya retak (crack) baik
retak yang timbul dengan segera maupun retak yang timbul berikutnya
(delay crack) baik di logam las (1) maupun di daerah yang dipengaruhi
panas (3)
Pada daerah 2 (daerah Fusi, yang kadang-kadang disebut juga sebagai dilusi) :
Terjadi
pencampuran antara logam las dan logam induk. Pada prinsipnya di daerah
ini terjadi proses pemaduan. Secara umum hasil dari suatu proses
pemaduan dapat menghasilkan larutan padat, senyawa atau campuran antara
larutan padat dan senyawa yang akan memberikan perbedaan terhadap sifat
mekanik yang dimilikinya. Dalam praktek, keberadaan senyawa intermetalik
yang getas sangat tidak diinginkan apabila terbentuk di batas butir
namun akan berperan sangat penting dalam meningkatkan kekuatan logam
apabila senyawa tsb muncul sebagai bagian dari fasa eutektik atau
tersebar merata dalam bentuk partikel halus.
Pada daerah 3 (daerah yang dipengaruhi panas) :
Akan
terjadi kombinasi antara pembentukan butir-butir yang kasar sebagai
akibat terekpos pada suhu tinggi dengan timbulnya transformasi fasa,
dari fasa padat ke fasa padat yang lain. Menurut Hall-Petch, pengkasaran
butir akan menyebabkan kekuatan logam menurun sedangkan transformasi
fasa yang terjadi di daerah tersebut juga akan diiringi dengan perubahan
volume. fenomena metalurgi yang terjadi di daerah 3 menjadi sangat
kompleks dengan adanya temperatur gradien. Secara umum di daerah ini
terjadi proses perlakuan panas dengan segala macam aspek yang
mempengaruhinya seperti tinggi dan lamanya temperatur pemanasan, laju
pendinginan, termasuk ada atau tidaknya pre heat dan post heat dan jenis
fasa yang akan dihasilkannya.
Perlu digarisbawahi bahwa ketiga
daerah tersebut akan selalu muncul pada saat menerapkan proses
pengelasan yang melibatkan adanya proses pencairan, baik pada saat
mengelas logam yang sama (similar metal welding) maupun pada saat
mengelas dua logam yang berbeda (dissimilar metal welding). Khusus pada
saat mengelas dua jenis logam yang berbeda, aspek lain diluar fenomena
metalurgi yang perlu dipertimbangkan adalah :
1. Apakah perbedaan koefisien muai akan ber-pengaruh terhadap umur sambungan ?
2. Apakah korosi galvanik akan menjadi masalah ?
Pada
beberapa jenis baja paduan dan besi cor,keseluruhan aspek tsb diatas
merupakan hal-hal yang patut menjadi perhatian yang cermat dan akurat
agar hasil pengelasan yang dilakukan dapat menghasilkan sambungan yang
baik dan memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan dalam WPS.
BEBERAPA CONTOH KASUS
Untuk menganalisis fenomena metalurgi seperti diuraikan diatas dapat dilihat pada contoh-contoh pengelasan berikut :
1.
Mengelas baja Cr-Mo dengan baja tahan karat austenitik Pada industri
petrokimia seringkali dijumpai baja CrMo, baik dari tipe ASTM A387 grade
11 (F11) maupun F12 (dissimilar) ; disambungkan dengan baja tahan karat
austenitik atau baja F11 disambungkan dengan baja F11 (similar).
Lazimnya
pada kedua pengelasan tersebut seringkali menggunakan logam pengisi
dari jenis baja tahan karat austenitik atau dari jenis paduan Ni-Cr-Fe
seperti paduan Incoloy 825 atau paduan Inconel 625. Dari tabel 1 dapat
dilihat komposisi baja F11, baja tahan karat austenitik SAE 304L,
Incoloy 825 dan Inconel 625 sebagai berikut :
Jadi apabila F11 disambungkan dengan
SAE 304L ,misalnya menggunakan logam pengisi juga SAE 304L, maka di
daerah Fusi di sisi F11 akan terjadi dilusi antara logam induk (F11)
dengan logam pengisi (SAE 304L). Untuk membantu menganalisis apakah
pemilihan logam las dari jenis baja tahan karat SAE 304L sudah tepat dan
jenis fasa apa yang akan terjadi di daerah fusi di sisi F11 dapat
digunakan diagram Schaeffler yang sudah dimodifikasi oleh Schneider
seperti terlihat pada gambar 2
Dengan
memperhitungkan %Ni.eq dan %Cr.eq dari kombinasi komposisi yang akan
terjadi di daerah fusi dan menerapkannya pada diagram Schaeffler, tampak
bahwa kombinasi komposisi F11 dan SAE 304L jatuh di daerah austenit.
Jika hal seperti ini yang terjadi, maka pemilihan jenis logam las maupun
logam pengisi sudah tepat. Yang harus dihindari adalah apabila
kombinasi komposisi menghasilkan fasa Martensit. Keberadaan fasa
martensit seringkali dikaitkan dengan masalah kegetasannya. Namun yang
paling berbahaya dari keberadaan martensit adalah bahwa embentukannya
kadang-kadang diikuti dengan munculnya retak rambut (fissure) yang
seringkali sulit dideteksi dengan peralatan ultrasonic. Kalaupun
terdeteksi seringkali dinyatakan sebagai minor defect.
Analisis berikutnya adalah fenomena yang
terjadi di daerah HAZ terutama di daerah interface antara logam induk
dengan logam cair. Jika Ni berdifusi, maka akibat adanya gradien kadar
Ni maka kombinasi komposisi di daerah tersebut akan menghasilkan
martensit. Untuk mengatasi hal tsb maka dilakukan proses pre heat yang
besarnya harus diatas temperatur Ms dari kombinasi komposisi yang
menghasilkan martensit. Kemungkinan timbulnya retak yang tertunda (delay
crack), dapat juga di"ramal"kan dengan memperhitungkan suatu harga
faktor yang dibuat oleh Miyano dalam bentuk persamaan sebagai berikut :
Miyano mengatakan bahwa besarnya faktor
dari hasil perhitungan diatas kurang dari 200, maka tidak akan timbul
retak. Namun apabila harganya diatas 200, maka pada suatu saat akan
timbul retak. Patokannya adalah makin besar faktor tsb, kemunculan retak
semakin dekat.
Persamaan ini telah diadopsi oleh API pada bagian
pembahasan tentang RBI (Risk Base Inspection) denga menyebut persamaan
ini sebagai J-factor, namun harganya diubah bukan 200, melainkan 100.
Seperti dipublikasin di website API dengan judul "Beberapa Kasus pada Pengelasan Baja''.