Jakarta, EnergiToday -- Pemerintah tidak mempunyai ketegasan dalam menghadapi PT Freeport yang ditunjukkan melalui perpanjangan kerja sama dengan perusahaan tersebut.
Ekonom dari Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur, Ahmad Erani Yustika mengatakan perpanjangan kontrak kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan PT Freeport untuk durasi enam bulan ke depan seharusnya tak perlu dilakukan karena banyak hal yang diingkari oleh perusahaan asing yang mengeksplorasi tambang emas di Papua ini.
Guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UB itu mengatakan hingga saat ini PT Freeport belum juga membangun smelter di Papua, padahal kewajiban itu seharusnya sudah direalisasikan sejak lima tahun lalu.
Di bidang perminyakan saja, puluhan perusahaan yang tidak taat aturan, belum lagi perusahaan besar dan kecil yang bergerak di bidang sumber daya alam lainnya, seperti batubara, gas, alumunium, dan timah. Oleh karena itu, ia menginginkan pemerintah atau pihak manapun tidak sampai melakukan pelemahan terhadap fungsi para penegak hukum, termasuk lembaga khusus yang menangani korupsi, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Selain itu, perusahaan tersebut harus bertanggung jawab terhadap pembangunan industri di Papua, yakni membangun industri hilir berbasis tembaga karena lebih mudah ketimbang PT Freeport membangun smelter," tutur Ahmad, seperti dikutip dalam Analisadaily.com, Rabu (28/01). (id/ad)